Cerpen, Menunggumu karya Reski Alfajri
MENUNGGUMU
Karya Reski Alfajri
Menunggumu
Aku di sini menunggumu
Di selingan hangatnya mentari
Aku tetap menunggumu
Meski tubuhku hampir mencair
Ruang Rindu,25 Mei 2019
Dalam dunia Pendidikan, seseorang harus menyelesaikan sekolahnya minimal tamat SMA. Setiap siswa harus mengikuti sebuah ujian untuk bisa lanjut ke tingkat sekolah selanjutnya dengan mengikuti Ujian Nasional semua itu dilewati bagi anak yang memiliki cita-cita dan anak yang mampu. Karna banyak anak yang putus sekolah karna malas sekolah dan tidak mampu. Apalagi pada saat ini, Ekonomi Indonesia bisa dibilang buruk dan tidak ada peningkatan. Bisa di bilang Krismon atau Krisis Moneter, karna melemahnya Rupiah dan Perekonomian di Indonesia ini.
Aku masih ingat, masa-masa aku menyelesaikan sekolah hingga ke tingkat SMA dan aku akan menceritakannya kenangan yang tidak akan pernah terlupakan itu. Aku Reski Alfajri, seorang remaja yang memiliki sahabat-sahabat yang baik. Aku anak kedua dari Bapak Irwan dan Ibu Ita, aku juga memiliki seorang Kakak yang cantik dan pintar, namanya Rini. Keluarga kami biasa saja, keluarga yang sederhana. Ayah bekerja sebagai pegawai di kantor Camat dan Bunda kerja sebagai Polisi. Kakak Rini sekarang aktif sebagai Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia di Perguruan Tinggi di kota Bandung.
Saat itu aku duduk di kelas 3 SMA, Kakak kelas tertinggi di sebuah SMA Negeri 3 Rambah Hilir. Saat itu aku sedang pada Semester Akhir di kelas 3. Tentu aku harus giat belajar untuk menghadapi Ujian Nasional atau ujian kelulusan yang sebentar lagi akan tiba.
***
Seminggu sebelum UN
Sore itu aku masih datang di sebuah Taman Kota yang indah dan tidak begitu jauh di dekat rumahku. Seperti biasa aku membaca Novel dan menulis Puisi sambil menikmati indah dan hangatnya senja hari itu. Setiap pulang Les, aku tidak pernah absen ke Taman Kota ini, kecuali jika aku ada acara atau nongkrong bersama sahabat-sahabat baikku. Aku menghabiskan waktu sore ku di Taman Kota ini dan aku membuang lelahku seharian di Sekolah. Waktu magrib sebentar lagi tiba, aku pun bergegas meninggalkan bangku besi tua itu dan aku pun pulang menuju rumahku yang tak jauh dari Taman Kota ini.
Rindu
Katakan saja
Jangan selimuti rindumu
Datanglah di saung rinduku
Jarak itu telah membendungku
Jangan sakiti cintaku
Di mana perasaanmu
Rindulah
Malam itu aku pergi ke Mesjid untuk menunaikan Sholat, memenuhi kewajibanku sebagai umat Muslim. Malam ini berbeda dari malam sebelumnya, biasanya aku ke Mesjid dengan kedua orang tuaku, tapi malam ini aku sendirian ke Mesjid. Karena Ayah pergi ke bandung menjenguk Kakakku Rini dan Bunda belum pulang dari kerja. Langkahku menuju pulang seperti orang tak berdaya dan lemas, namun aku dikagetkan sebuah suara yang lantang dari halaman depan rumahku.
“Ki…. Buruan kesini” suara Adul mengagetkanku. Adul memang sering merusak lamunanku dan sering mengagetkanku. Adul ini sahabatku yang paling dekat denganku, selain dekat Adul juga baik orangnya dan Adul juga mandiri orangnya.
Aku cuma membalasnya dengan senyumku, aku pun berlari menghampirinya. Dalam hatiku, aku bertanya-tanya pada diriku sendiri “Kenapa Adul datang malam begini??? ” biasanya nggak pernah datang jam segini.
“Ada apa Dul??” Aku membuang penasaranku.
“Dari mana aja Ki, kok ini baru pulang?? Aku nunggu lama lo.” Adul kembali melempar pertanyaan. Kenapa Adul malah bertanya lagi padaku, bukannya menjawab pertanyaanku.
“Dari Mesjid lah, masa dari Polres. Ada sih, datang malam-malam begini” candaku
“Hmm… Jangan bete gitu napa sih” Adul mengejekku.
“Ini penting banget Ki, Amad mau ngomong sesuatu. Kalau nggak sibuk, ayok ke rumah Amad sekarang, semuanya sudah ngumpul di sana” tambah Adul lagi. “Ada apa sih??” Tanyaku lagi dalam hati yang membuat aku tambah penasaran lagi.
“Amad mau ngomong apa Dul? Aku nggak sibuk sih, hanya cuma nunggu Bunda nih. Aku lagi sendirian dirumah Dul.” Jawab malasku. Amad itu sahabatku di SMA, Amad orangnya suka telat dan Amad juga sangat dekat dengan Rara sahabatku.
“Nggak tau Ki, cuma sebentar kok. Paling bentar lagi Bundamu pulang juga.” Adul menyakinkanku untuk pergi ke rumah Amad.
“Iya, ayok berangkat. Pake motor lo aja ya Dul.”
“iya deh, ayokk.”
Kami pun melaju membelah angin dengan motor Adul menuju rumah Amad. Aku juga tidak tau maksud Adul gimana sih. Sebenarnya aku malas pergi sih, karna Bunda belum pulang. Takutnya Bunda khawatir dan mencari aku lagi. Beberapa menit kemudian kami sampai di depan rumah Amad.
“Seorang Sahabat adalah seseorang yang kamu cintai. Bukan karena kamu jatuh cinta padanya, namun kamu peduli akan orang itu, dan kamu memikirkannya ketika mereka tidak ada. Sahabat adalah orang dimana kamu diingatkan ketika kamu melihat sesuatu yang mungkin mereka sukai, dan kamu tahu itu karena kamu mengenal mereka dengan baik.”
Rumah Amad
Sesampai di depan rumah Amad, aku malah disambut oleh Rara. Rara sahabatku juga, dan orang yang aku cintai,tapi aku belum berani mengungkapkan perasaanku kepada Rara. Karna aku tidak mau pacaran lagi setelah putus dengan Rahmi setahun yang lalu dan aku mau fokus belajar,karna sebentar lagi Unjian Nasional. Amad juga pernah bilang,kalau Rara itu suka denganku.
“Apa kabar Ki??” Sapa Rara lembut padaku.
“Baik Ra,kamu apa kabar Ra?”
“Aku juga baik Ki, aku mau ngomong sesuatu sama kamu. Kan bentar lagi kita lulus SMA ” Rara ingin menyampaikan sesuatu. Aku ngikuti Rara ke bangku halaman rumah Amad yang jauh dari kami biasa kumpul.
“Mau ngomong apa Ra? Silahkan ngomong.” Kami pun duduk berdua di bangku kayu di depan rumah Amad
“Setelah lulus nanti kamu mau kuliah kemana Ki?? ” Rara memulai mengeluarkan pertanyaan dari bibir merahnya.
“Rencananya aku mau ke Universitas Riau Ra. Kok nanya itu sih Ra. Kenapa??” Jawabku
“Oh ya,, aku juga mau kuliah di sana Ki, emang nggak boleh aku tanya ya Ki” jawab Rara cemberut. Rara kesal dengan pertanyaanku.
“Aku mau kuliah bareng kamu Ki,bolehkan. ” lanjut Rara lagi. Aku semakin yakin dan percaya dengan ucapan Amad waktu itu,Amad bilang kalau Rara suka denganku. Jantung berdetak tak menentu ketika aku teringat kata-kata Amad itu.
“Boleh kok. Kenapa Ra??” Tanya penasaranku.
“Ya, aku pengen kuliah bareng kamu dan teman yang lain satu kampus Ki. Karna aku belum siap pisah dengan kamu Ki… Maksudnya sama teman yang lain juga Ki” Rara keceplosan,dan aku pura-pura tidak mendengarnya.
“Aku mikir juga gitu sih Ra,walaupun nanti kita beda jurusan kan, yang penting kita satu kampus. Tapi apa yang lain mau kuliah juga di sana Ra.” Jawabku. Rara tersenyum manis padaku setelah mendengar jawaban dariku.
“Iya Ki, pasti beda jurusan lah. Yang penting kita bisa bersama lagi kan.” Ucapnya Rara.
“Aku nanti mau daftar ke kampusnya bareng kamu Ki,bisa kan? ” tanya Rara lagi.
“Bisa kok,nanti kita daftarnya sama-sama ya Ra.” Aku meyakinkan Rara. Tiba-tiba nada Handphoneku berbunyi,tanda ada yang meneleponku. Segera ku angkat panggilan itu dan menjauh dari Rara.
“Bentar ya Ra,aku angkat Telepon dulu ya.”
“Iya Ki.”
Lalu aku menjawab Panggilan tersebut,ternyata dari Bundaku.
Percakapan telepon
“Assalamualaikum Bunda.” Aku angkat Telepon dari Bunda
“Waalaikumsalam nak.. Kamu dimana Ki?? Bunda udah pulang ni.” Tanya Bunda cemas.
“Aku lagi di rumah Amad Bunda,bentar lagi pulang kok. Nanti aku minta Adul antar aku Bunda.” Jawabku.
“Bunda pikir kamu kemana tadi,Bunda jemput ya.”
“Nggak kemana-mana kok Bunda,iya deh. Aku tunggu Bunda.” Bunda langsung menutup panggilan.
***
“Maaf ya Ra,aku disuruh Bunda pulang nih,aku pamit ya.” Aku minta pamit dengan Rara dan teman yang lain. Ketika kak Nurul datang menjemput,kak Nurul itu juga Polisi dan teman Bunda tugas di kantor Polisi.
“Ayo Ki,kita pulang. Bunda kamu sudah nunggu dari tadi.” Ucap kak nurul yang datang menjemputku di depan rumah Amad dengan Mobil Patrol Polisi.
“Iya Kak,ayok.” Beberapa menit kemudian aku sampai di rumah,Bunda terlihat capek duduk di bangku depan rumah. Setelah Kak Nurul mengantarku,dia langsung pamit denganku.
“Maaf Bunda,tadi aku lupa bilang sama Bunda,kalau aku ke rumah Amad. ” aku menghampiri Bunda dan cium tangannya.
“Iya nggak apa-apa kok, Bunda cemas aja sama kamu,Bunda pikir kamu belum pulang dari Mesjid tadi. Dan ini Bunda bawa makanan,ayok masuk kita makan bersama” kata Bunda.
***
Setelah UN
Setelah hampir 3 tahun sekolah,akhirnya kami melaksanakan Ujian Nasional atau yang disingkat UN. Kami mengikuti Ujian Nasional selama 4 hari di sekolah,sekarang tinggal menunggu hasil kelulusan dari sekolah. Aku sudah tidak sabar menunggu hari pengumuman itu. Sebentar lagi aku akan meninggalkan sekolah tercinta ini dan aku akan melanjutka kuliah di Perguruan Tinggi. Dan hari besok adalah hari Resepsi Perpisahan sekaligus pengumuman hasil kelulusan sekolah. Aku ajak Ayah dan Bunda untuk hadir ke sekolah untuk menghadiri acara tersebut.
Pengumuman kelulusan
Akhirnya aku lulus dengan nilai yang cukup bagus, Ayah dan Bunda bangga padaku. Begitu juga orang tua lainnya,bangga dan senang anaknya yang baru dewasa ini lulus sekolah.
“Ayah bangga sama kamu Ki,kamu jagoan Ayah.” Ucap Ayah bangga. Dan Bunda juga senang dan bangga juga kepadaku.
“Bunda juga bangga sama kamu Ki,kamu kebanggaan kami Ki. ” Bunda pun menangis dan memelukku erat.
“Iya Ayah,Bunda. Aku mau bilang terima kasih sudah menjadi orang tua yang baik selama ini,dan aku juga mau minta maaf jika Ki ada salah sama Ayah dan Bunda.” Jawabku.
“Iya Ki,kamu yang terbaik Ki. ” ucap Bunda.
“Iya Bunda,makasih ya Ayah dan Bunda.”
Aku juga merayakan kelulusan bersama teman-temanku yang lain. Rara pun mengucap selamat kepadaku.
“Selamat ya Ki,sampai jumpa di Universitas Riau minggu depan.”
“Iya Ra,makasih ra. Kamu jua,selamat ya.”
“Iya Ki,sama. Kita pergi bareng nanti ya Ki.” Rara membuat janji. Tapi aku tidak menerima janjinya.
“Aku tidak bisa janji Ra, minggu depan kabari aku ya.” Jawabku. Hari itu adalah hari yang paling istimewa bagiku. Karna kami sebentar lagi menjadi calon Mahasiswa.
***
Malam itu Ayah dan Bunda mengajak aku bicara tentang kuliahku, Bunda memberikanku sebuah amplop putih. Aku tidak tau itu apa,membuat aku penasaran. Lalu bunda menyuruhku membuka dan membacanya.
“Ki,baca surat ini.”
“Iya Bunda.” Lalu aku membuka dan membaca isi surat itu. Ketika membuka surat itu,aku kaget ketika melihat dari Universitas Pendidikan Indonesia yang tertulis paling atas surat dan tertulis kata “LULUS” dan diterima menjadi Mahasiswa di Universitas Pendidikan Indonesia tempat Kakak ku Kuliah.
“Maksudnya Bunda.” Tanya ku kaget.
“Kamu diterima di UPI Ki,kamu dapat beasiswa disana. Katanya mau jadi Guru dan Penulis terkenal,ya kan yah” ucap Bunda.
“Iya dong,anak Ayah kan mau jadi Penulis.”Sahut Ayah. Aku termenung membaca surat itu,artinya aku akan berangkat ke Bandung besok pagi dan aku tidak jadi kuliah di Universitas Riau bersama Rara dan sahabatku yang lain.
“Kok diam gitu sih Ki, bukannya senang bisa jumpa dengan Kakakmu disana” kata Ayah
“Reski capek tu Yah,biar aja dia tenang dulu. Lebih baik Ayah bantu Bunda untuk siapkan barang-barang dan perlengkapan kita ke Bandung.” Lanjut Bunda.
“Kenapa Ayah dan Bunda tidak cerita? Kalau aku di daftarkan disana.” Tanyaku.
“Ya,itu kejutan buat anak Bunda sayang.” Jawab Bunda.
“Bunda aku mau pamit dulu sama teman-teman,nanti aku pulang kok.”
“Iya jangan lama-lama ya. Kamu harus istirahat,kita berangkat pagi.” Jawab Bunda.
“Iya Bunda.”
***
Aku pun pergi ke rumah sahabat dan teman-temanku untuk pamit. Aku juga tidak percaya akan bepisah dengan sahabatku. Padahal rencananya kami mau kuliah bareng di Universita Riau,tapi takdir tidak mengizinkannya. Aku tidak tau apa aku sedang keadaan sadar atau mimpi bisa kuliah di Bandung. Tapi aku tidak akan mengecewakan Ayah dan Bundaku. Mereka sudah memperjuangkannya untuk ku,semuanya demi cita-citaku dan masa depanku.
Setelah pamit dengan semua sahabatku,aku pun pergi ke rumah Rara. Sebenarnya aku tidak berani mengatakan semuanya kepada Rara,tapi aku tidak mau buat dia kecewa,jika aku tidak pamit kepadanya.
“Pak Rara ada dirumah ??” Aku bertanya kepada Pak Didi, Ayah Rara yang duduk di luar. Ayah Rara teman kerja Ayahku.
“Ada Ki,masuk saja. Rara di dalam kok.” Jawab Pak Didi.
“Saya tunggu di luar saja Pak,bisa Bapak panggilkan Raranya sebentar.”
“Iya,tunggu ya Ki. Duduk saja dulu Ki” ucap Pak Didi lagi.
Ayah Rara pun pergi memanggil Rara untuk keluar menemuiku,aku pun menunggu Rara di halaman rumahnya. Aku yakin Rara sudah tau tentang kepergian ku dari Amad,Amad pasti sudah SMS Rara. Akhirnya Rara keluar,Rara terlihat capek dan marah padaku. Tebakanku benar, Rara sudah tau.
“Hai Ra, aku mau ngomong sesuatu sama kamu. ”
“Iya Ki, mau ngomong apa Ki.”
“Sebelumnya aku minta maaf ya Ra, besok aku ke Bandung, aku lulus dan diterima di UPI Ra. Jadi aku ke sini mau pamit sama kamu” aku ngomong dengan santai dan pelan, aku takut Rara benar-benar marah denganku.
“Iya Ki,aku sudah tau kok,akhirnya kamu pergi juga ke Bandung kan. Aku sih bangga sama kamu,kamu dapat kuliah disana dengan Kakak kamu. Dan kamu bisa meraih cita-cita kamu Ki. ” jawab rara
“Iya Ra,makasih ya. Aku juga mau minta maaf sama kamu,aku tidak bisa penuhi janji kita dulu,janji kita kuliah di Universitas Riau bareng-bareng sama sahabat lainnya. Aku minta maaf ya Ra,ini semua orang tua ku yang merencanakan semuanya,bukan aku yang daftarkan,tapi orang tua aku yang daftar. Dan tadi aku terima suratnya Ra.”
“Serius Ki,kamu nggak bercanda kan. Aku tidak bisa larang kamu Ki,kita Cuma sahabat kan, dan aku juga senang kamu bisa kesana.”
“Iya Ra. Besok pagi aku berangkat Ra, jadi sebelum aku pamit aku juga ingin bilang sesuatu Ra.”
“Sesuatu apa Ki??”
“Mungkin kamu tau dengan perasaanku selama ini Ra, aku nyaman dekat kamu Ra, dan aku sayang banget sama kamu Ra. Aku bilang ini,biar kamu tau perasaan aku ke kamu itu lebih dari sahabat Ra” aku mengungkapkan perasaan dan isi hatiku kepada Rara.
“Aku juga sayang sama kamu Ki, dan aku juga cinta sama kamu dari dulu Ki.” Ucap Rara sambil menangis.
“Ra, aku minta maaf ya. Mungkin ini bukan waktu yang tepat aku bilang semuanya perasaan aku ke kamu Ra. Dan aku juga cinta sama kamu Ra. ”
“Truss… Sekarang kamu mau kita gimana Ki.” Tanya Rara padaku.
“Aku mau kamu nunggu aku selesai kuliah di Bandung,aku mau kamu jadi istriku Ra. Kamu mau kan.”
“Kamu yakin dengan keputusan kamu Ki.. Iya Ki, aku mau jadi istri kamu,tapi kamu harus janji.”
“Iya Ra,aku janji akan melamar kamu besok. Ketika aku pulang dari Bandung” Rara menangis bahagia mendengar ucapanku.
Malam itu menjadi malam yang bersejarah bagiku,karna aku berhasil menyatakan perasaanku kepada Rara. Terkadang kemauan tidak sesuai dengan kenyataan,ya itulah namanya hidup.
3 tahun kemudian.
Aku kembali Rara,aku penuhi janjiku. Akhirnya aku selesai kuliah selama 3,5 tahun dan berhasil meraih cita-citaku menjadi Penulis. Setelah aku selesai kuliah dan pulang,aku melamar Rara di rumahnya. Rara tidak percaya dengan semua ini,Rara tersenyum dan senang ketika aku ucapkan Ijab Kabul di hari Pernikahan kami.
“Cinta itu sederhana. Karna cinta tidak memandang Status,Fisik dan Kelebihan seseorang. Cukup kamu katakana aku cinta kamu dan kamu cinta aku.”
TAMAT
Posting Komentar untuk "Cerpen, Menunggumu karya Reski Alfajri"
Silahkan tinggalkan komentar untuk respon atau pertanyaan, kami akan balas secepat mungkin.