"Kasih Tak Terbatas" Naskah Skenario karya Dhea Permata Sari
Judul : Kasih Tak Terbatas
Tema : Tema utama dari cerita ini adalah tentang kasih sayang keluarga, pengorbanan, penyesalan, dan pengampunan. Cerita ini menyoroti hubungan antara seorang ibu dengan anak-anaknya, baik anak kandung maupun anak angkat, serta perjalanan mereka menuju pemahaman dan penebusan atas kesalahan-kesalahan di masa lalu. Kisah ini juga menggambarkan bagaimana cinta dan perhatian tulus mampu mengatasi luka lama dan membawa kebahagiaan yang sejati.
Tokoh :
Tia
Watak: Penyayang, penuh tanggung jawab, sabar, rendah hati. Meskipun awalnya tidak tahu bahwa dia adalah anak kandung ibu, Tia selalu menunjukkan cinta dan perhatian yang besar. Dia juga bertindak sebagai penengah dan orang yang paling peduli di dalam keluarga.
Ibu
Watak: Sabar, penuh kasih, tabah. Ibu menyimpan rahasia tentang asal-usul Tia, namun tetap memberikan cinta tanpa syarat kepada semua anaknya, meskipun sering diperlakukan buruk oleh Fiza dan Arman. Dia menjadi simbol pengorbanan dan kasih sayang ibu yang tulus.
Fiza
Watak: Egois, materialistis, keras kepala. Fiza adalah anak kandung ibu yang durhaka, sering menuntut uang dan perhatian dari ibu tanpa menghargai pengorbanannya. Namun, pada akhirnya, dia menyesal dan menyadari kesalahannya.
Arman
Watak: Serupa dengan Fiza, Arman juga egois dan materialistis. Dia lebih mementingkan urusan pribadinya dan istri daripada ibu, namun akhirnya juga menyesali perbuatannya ketika sang ibu meninggal.
Pak Rahman
Watak: Ramah, perhatian, bijaksana. Pak Rahman adalah bos Tia, seorang duda yang jatuh cinta pada kebaikan hati Tia. Dia menunjukkan perhatian yang tulus terhadap Tia dan mendukungnya di saat-saat sulit.
Ikmal
Watak: Materialistis, mementingkan bisnis. Ikmal adalah suami Fiza yang sering mendorong istrinya untuk meminta uang kepada ibu.
Dina
Watak: Sombong, egois. Dina, istri Arman, juga berperan dalam mendorong suaminya untuk terus meminta uang dari ibu tanpa memikirkan perasaannya.
Rizky
Watak: Ceria, manis. Rizky adalah anak Pak Rahman yang sangat dekat dengan Tia. Dia menyukai kehadiran Tia dan melihatnya sebagai figur ibu.
Setting : Di rumah, ruang tamu, kamar, rumah pak Rahman warung, dan rumah sakit.
Alur : alur maju mundur
Sinopsis :
"Kasih Tak Terbatas" bercerita tentang seorang ibu yang memiliki dua anak kandung, Fiza dan Arman, serta seorang anak angkat bernama Tia, yang tidak pernah tahu bahwa dirinya sebenarnya adalah anak kandung yang terpisah saat lahir. Fiza yang sudah menikah dengan Ikmal, dan Arman yang menikah dengan Dina, durhaka terhadap ibunya, hanya datang untuk meminta uang dan bersikap kasar. Sementara itu, Tia, meskipun tidak dianggap sebagai anak kandung, selalu merawat ibunya dengan kasih sayang. Tia bekerja sebagai baby sitter di kota, dan bosnya, Pak Rahman, seorang duda beranak satu, jatuh cinta padanya. Namun, Tia tidak menyadari perasaan itu hingga suatu hari Pak Rahman menyatakan cintanya. Di sisi lain, ibu mulai sakit karena tekanan dari Fiza dan Arman. Meski akhirnya mereka datang dan menyesali perbuatan mereka, penyesalan itu datang terlambat. Sang ibu meninggal setelah memaafkan mereka.
Dialog :
Setting : di ruang tamu
Bagian 1 : Kembalinya Tia
Di sebuah rumah sederhana, Ibu sedang duduk di ruang tamu, terlihat lelah dengan tatapan kosong. Tia baru saja tiba dari kota dan masuk ke dalam rumah dengan senyum ceria.
Tia: "Ibu, Tia pulang! Akhirnya Tia bisa istirahat setelah sekian lama kerja di kota."
Ibu: (Sedikit tersenyum) "Alhamdulillah, Tia... Kamu akhirnya pulang juga. Bagaimana di sana? Apa bosmu baik-baik saja?"
Tia: "Bos Tia sangat baik, Bu. Dia duda anak satu, dan Tia sering bantu jagain anaknya. Orangnya ramah, selalu bantu kalau Tia kesusahan."
Ibu: (Menghela napas) "Syukurlah ada orang baik yang memperlakukan kamu dengan baik, Nak. Semoga keberkahan selalu menyertai kamu."
Tia: "Eh, kak Fiza sama bang Arman nggak di rumah ya, Bu?" (celingak-celinguk memperhatikan seisi rumah)
Ibu: (Menunduk) "Mereka jarang pulang sekarang, Nak... Kalau pun pulang, hanya untuk meminta uang atau bicara kasar."
Tia: (Kaget) "Masa, Bu? Mereka kan anak kandung Ibu..."
Ibu : ( ekspresi sedih) “begitu lah nak, rasanya ibu tidak kuat lagi untuk bekerja di Warung ini badan ibu sering pegal-pegal tapi klau ibu tidak bekerja ibu ngga bisa makan.”
Tia : “kan Tia udah sering bilang sama ibu pas di telfon, ibu istirahat aja biar Tia yang kirim ibu yang setiap bulan nya. Oh iya Tia kan sering kirim kan ibu uang, uang itu cukup untuk kebutuhan sehari-hari ibu.”
Ibu: “uang yang kamu kirim di ambil terus sama kakak-kakak mu, maaf kan ibu Tia ibu baru bilang sama kamu, maafkan ibu ya nak sering menyusahkan kamu.”
Tia : “hah.. ibu Tia ngga keberatan dan ngga merasa disusahkan memenuhi semua kebutuhan ibu, tapi klau untuk kakak-kakak Tia sedikit keberatan Bu, mereka sudah dewasa dan sudah berkeluarga tidak sepantasnya mereka seperti itu Bu.” (marah dan sedih).
Setting : di kamar ibu
Bagian 2 : Kedatangan Fiza dan Arman
Fiza dan Arman datang ke rumah dengan sikap angkuh. Mereka masuk tanpa salam dan langsung duduk di sofa.
Fiza: (Sinisme) "Ibu, uang bulan ini mana? Ikmal butuh modal buat usahanya."
Ibu: (Terdiam sejenak, kemudian dengan suara pelan) "Ibu belum ada uang, Fiza. Ibu baru saja bayar listrik dan kebutuhan rumah."
Arman: (Sinis) "Ah, Ibu ini selalu punya alasan. Dina butuh uang buat biaya kosmetiknya, Ibu mau lihat kami susah?"
Tia: (Kaget dan tersinggung) "Fiza, Arman! Kalian nggak bisa ngomong kayak gitu ke Ibu. Ibu udah berkorban banyak buat kita semua!"
Fiza: (Melirik Tia dengan dingin) "Oh, ini dia si anak emas yang selalu dipuji-puji, Tia. Kamu nggak tahu apa-apa soal keluarga ini, jadi jangan sok bijak."
Tia : “Uang yang setiap bulan aku kirim untuk ibu kak Fiza dan kak Arman ambil juga kan, itu untuk ibu kak kenapa kakak tega ambil itu dari ibu, ibu udah sakit-sakitan sudah seharusnya ibu duduk diam saja di rumah tanpa harus bekerja menjaga warung lagi.”
Arman : ( dengan wajah merah marah) “Ahhh... diam kamu Tia, kamu ngga tau apa-apa. Ibu itu masih kuat kamu aja yang terlalu berlebihan. Mending kamu balik aja lagi sama ke kota cari uang banyak-banyak biar kami bisa pinjam uang kamu!!.”
Tia : “Astaghfirullah kak.” (memeluk ibu yang sedang menangis).
Fiza : “Pokoknya kami mau uang ya bu, gamau tau pokoknya harus ada untuk modal usaha Bu, sekarang ibu masak deh kami mau makan, besok kami pinta lagi harus adaa...”
Setting : di dapur
Bagian 3 : Hati Ibu yang Tersakiti
Setelah Fiza dan Arman pergi, Tia melihat ibunya pergi ke dapur untuk memasak.
Tia: (Iba) "Bu... Kenapa Fiza sama Arman bisa berubah kayak gitu? Apa mereka lupa sama semua yang Ibu lakukan buat mereka?"
Ibu: (Menangis pelan) "Ibu nggak tahu, Nak. Mungkin karena mereka sudah terlalu sibuk dengan hidup mereka sendiri. Ibu hanya bisa berdoa semoga hati mereka lembut kembali."
Tia: (Mengelus punggung Ibu) "Tia nggak akan pernah biarin Ibu sendirian. Tia selalu ada buat Ibu."
Ibu: (Senyum haru) "Kamu selalu jadi anak yang baik, Tia. Terima kasih sudah menjadi penyejuk hati Ibu."
Tia : ibu tenang aja klau ibu butuh apa-apa ibu tinggal bilang ke Tia ya, ibu jangan malu atau ragu. Mulai sekarang ibu ngga perlu lagi jaga warung, ibu cukup istirahat aja yaa.
(Tia melirik ke Dina istrinya bang Arman yang sedang sibuk bermain hp di ruang tamu)
Tia : (dengan kesal) “ Kak Dina, daripada bermain hp seperti itu mending kakak bantu ibu masak di sini, ibu udah bekerja dari tadi mulai dari nyuci baju kalian membereskan rumah sedangkan kakak hanya duduk santai aja di situ dari tadi pagi.”
Dina : ( sinis) “Ehhh Tia kamu baru pulang udah ngomel-ngomel aja, bisa diam aja ga sih kamu, ibu aja ngga keberatan kok, malah kamu pula yang sewot. Mending kamu diam aja bantu ibu Sanaa..”
Ibu : “sudah Tia tidak apa nak, ibu sudah terbiasa seperti ini”
Setting : Di halaman rumah Tia dan di ruang tamu
Bagian 4 : Pertemuan dengan Bos Tia
Beberapa hari kemudian, bos Tia datang berkunjung ke rumah untuk menjemput barang yang Tia titipkan. Dia bernama Pak Rahman, seorang duda dengan anak laki-laki kecil bernama Rizky.
Pak Rahman: (Tersenyum hangat) "Tia, saya cuma mampir sebentar. Rizky kangen sama kamu, dia selalu tanya kapan kamu balik lagi."
Tia: (Tertawa kecil) "Ah, Rizky itu anak yang lucu. Tapi saya masih mau bantu-bantu di rumah dulu, Pak."
Pak Rahman: (Tersenyum lembut) "Tentu, Tia. Ambil waktu sebanyak yang kamu butuhkan. Keluarga lebih penting."
Ibu: (Memperhatikan dari jauh dengan tersenyum) "Tia, siapa ini? Teman dari kota ya?"
Tia: (Sedikit gugup) "Iya, Bu. Ini Pak Rahman, bos Tia yang dari kota."
Ibu : ( tersenyum ramah) “Eh pak masuk dulu.”
Pak Rahman : ( salam ke ibu Tia ) “Tidak Bu, saya cuman sebentar mau ngambil barang titipan saya yang ada bersama Tia sekalian juga ini si Rizky ingin bertemu Tia bu.”
Rizky : (merengek ke pak Rahman) “Ayah ayah Rizky mau di sini sebentar boleh?. Rizky mau main sama kak Tia boleh ya ayahh please.”( dengan wajah memelas)
Pak Rahman : “Tapi Rizky kita mau balik ke kota, ayah mau ke kantor. Seminggu lagi kak Tia balik lagi ke rumah kita kok, kamu bisa bermain dengan nya besok. Okeyy.”
Rizky : “Sebentar aja kok ayahh boleh yaaa yaaa...”
Pak Rahman : “Ya sudah, ayah tunggu di sini sebentar ya nanti sore kita pulang ke kota lagi.”
Rizky : ( dengan ekspresi gembira) “yeayy makasih ayah.”
Tia : “Duduk dulu pak di dalam.”
( Pak Rahman dan Rizky pun singgah di rumah Tia dari siang hingga sore. Ketika hari sudah sore mereka pun berpamitan pulang ).
Setting : Di ruang tamu
Bagian 5 : Tia Mulai Bingung
Setelah Pak Rahman pergi, Ibu mulai menyadari sesuatu dan bertanya kepada Tia.
Ibu: (Senyum tipis) "Pak Rahman itu kelihatannya baik ya. Dia sering kasih perhatian ke kamu, Tia?"
Tia: (Merah wajahnya) "Iya, Bu. Tapi dia hanya bos saja, kok. Nggak ada yang lebih dari itu."
Ibu: (Tertawa kecil) "Ibu lihat dia selalu perhatian. Mungkin dia punya perasaan lebih sama kamu, Nak. Apa kamu nggak merasa begitu?"
Tia: (Bingung) "Tia nggak pernah kepikiran soal itu, Bu. Lagipula, Pak Rahman kan duda, sedangkan Tia cuma baby sitter-nya."
Ibu : “ Ya mungkin saja dia suka dengan kamu nak”
Tia : “ sepertinya tidak bu, dah bu ayo kita tidur.”
Setting : Di Café
Bagian 6 : Pengakuan Rahman dan Rahasia yang Terbongkar
Beberapa minggu kemudian, Pak Rahman mengajak Tia bertemu untuk berbicara serius. Di sisi lain, Ibu akhirnya memutuskan untuk mengungkapkan rahasia yang selama ini disimpannya kepada Tia.
Pak Rahman: (Serius) "Tia, saya sudah lama ingin bilang ini. Saya jatuh cinta sama kamu. Kamu bukan cuma pekerja buat saya, tapi sudah seperti bagian dari keluarga."
Tia: (Terkejut) "Pak Rahman... Saya nggak tahu harus jawab apa. Saya nggak pernah kepikiran hal ini..."
Di rumah, Ibu akhirnya bicara jujur kepada Tia.
Ibu: (Serius) "Tia, ada sesuatu yang Ibu harus bilang sebelum semuanya jadi makin rumit... Sebenarnya kamu bukan anak kandung Ibu. Ibu mengangkat kamu sejak kecil."
Tia: (Kaget, hampir menangis) "Apa? Ibu... Jadi saya bukan bagian dari keluarga ini?"
Ibu: (Tersedu-sedu) "Tidak, Tia. Kamu tetap anak Ibu, meskipun bukan darah daging Ibu. Kamu yang selalu peduli, yang menjaga Ibu saat yang lain lupa. Ibu sayang kamu seperti anak sendiri."
Tia: (Terharu, memeluk Ibu) "Tia nggak peduli, Bu. Tia tetap sayang Ibu lebih dari apapun. Ibu tetap keluarga Tia."
Setting : di rumah
Bagian 7 : Puncak Kedurhakaan Fiza dan Arman
Fiza dan Arman kembali datang ke rumah ibu. Kali ini, mereka membawa sikap yang lebih buruk dari sebelumnya, dengan tuntutan yang semakin tidak masuk akal.
Fiza: (Tanpa basa-basi) "Ibu, Ikmal sekarang butuh pinjaman lebih besar lagi buat bisnisnya. Ini kesempatan emas, dan Ibu harus bantu!"
Ibu: (Perlahan bicara) "Fiza, Ibu benar-benar sudah tidak punya uang. Rumah ini sudah hampir Ibu gadaikan untuk memenuhi permintaan kalian."
Arman: (Marah) "Ibu ini selalu bilang nggak ada uang! Dina sudah capek denger alasan Ibu. Kalau nggak ada bantuan dari Ibu, kami bakal semakin susah!"
Tia: (Datang dari dapur, mendengar keributan) "Kak Fiza, Kak Arman! Sampai kapan kalian terus-menerus minta uang ke Ibu? Ibu sudah berkorban banyak untuk kalian!"
Fiza: (Mencibir) "Oh, Tia lagi. Kamu anak angkat, jadi nggak usah ikut campur! Ini urusan keluarga!"
Arman: (Mendukung) "Benar, kamu nggak paham masalah kita. Jadi jangan merasa paling tahu!"
Ibu: (Menangis) "Kalian tega berkata begitu pada Tia? Dia yang selalu merawat Ibu, sementara kalian hanya datang untuk meminta. Ibu sudah tidak kuat lagi dengan kelakuan kalian... sekarang pergi kalian dari rumah ibu.”
Setting : di rumah sakit
Bagian 8 : Ibu Jatuh Sakit
Beberapa hari kemudian, ibu jatuh sakit karena stres dan kelelahan akibat tekanan dari Fiza dan Arman. Tia merawat ibu siang dan malam. Namun, ketika Tia menghubungi Fiza dan Arman untuk memberi kabar, mereka tidak datang.
Tia: (Sambil memegang tangan ibu) "Bu, Fiza sama Arman nggak ada kabarnya. Tia sudah coba hubungi mereka, tapi mereka selalu bilang sibuk."
Ibu: (Serak dan lemah) "Mungkin mereka belum sadar, Nak. Ibu hanya bisa berharap suatu hari mereka akan mengerti..."
Tia : “ sudah bu, ibu ngga boleh sedih-sedih. Di sini selalu ada Tia yang menjaga ibu. Sekarang ibu makan ya.”
Tia terdiam sambil menahan air mata. Dia terus menjaga ibunya dengan penuh kasih sayang, sementara Fiza dan Arman tetap tidak peduli.
Setting : di rumah sakit
Bagian 9 : Penyesalan yang Terlambat
Beberapa minggu berlalu, dan kesehatan ibu semakin memburuk. Tia kembali mencoba menghubungi Fiza dan Arman. Kali ini, mereka akhirnya datang setelah mendengar kondisi ibu semakin kritis.
Fiza: (Masuk tergesa-gesa) "Ibu, Ibu! Kami dengar Ibu sakit parah. Kenapa nggak bilang dari awal?"
Tia: (Dengan suara tajam) "Aku sudah berkali-kali kasih tahu kalian, tapi kalian selalu punya alasan untuk nggak datang!"
Arman: (Menyesal) "Kami sibuk, Tia... Tapi kami nggak pernah berniat ninggalin Ibu."
Ibu: (Membuka mata dengan lemah) "Kalian akhirnya datang... Ibu senang bisa lihat kalian di sini."
Fiza: (Tertunduk) "Ibu, kami minta maaf. Kami nggak pernah berniat buat nyakitin Ibu."
Ibu: (Tersenyum lemah) "Ibu sudah memaafkan kalian sejak dulu. Tapi ingat, keluarga adalah segalanya. Jangan pernah lupa akan itu."
Arman: (Terharu) "Ibu, kami benar-benar menyesal. Kami terlalu sibuk dengan urusan duniawi sampai lupa sama Ibu."
Ibu tersenyum, lalu menutup matanya dengan damai. Fiza dan Arman menangis tersedu-sedu di samping tempat tidur, menyadari bahwa penyesalan mereka datang terlambat.
Setting : di rumah
Bagian 10 : Rahasia yang mengubah segalanya.
Setelah ibu dimakamkan, Fiza dan Arman memutuskan untuk berbicara baik-baik dengan Tia. Mereka merasa bersalah dan ingin menebus kesalahan.
Fiza: (Tertunduk) "Tia, maafkan kami. Kami sadar selama ini kamu yang merawat Ibu. Kami cuma datang untuk meminta-minta. Sekarang, kami harus berubah."
Arman: (Kusut) "Ibu selalu bilang kalau kamu anak angkat, tapi sekarang kami merasa kamu lebih pantas jadi anak kandung daripada kami."
Tia: (Terharu) "Aku nggak pernah merasa kalian berhutang apa-apa ke aku. Aku hanya ingin yang terbaik untuk keluarga kita."
Tiba-tiba, sebuah surat wasiat dari ibu ditemukan. Dalam surat itu, ibu menuliskan sesuatu yang mengejutkan.
Fiza: (Bingung) "Apa ini? Ibu meninggalkan surat wasiat?"
Tia: (Membaca dengan suara bergetar) "Kepada anak-anakku, aku ingin kalian tahu bahwa Tia sebenarnya adalah anak kandungku. Aku melahirkannya setelah kalian, namun karena keadaan, aku terpaksa menyerahkannya kepada orang lain untuk diasuh. Setelah beberapa tahun, aku mengambilnya kembali sebagai anak angkat, tapi darahnya tetap darahku."
Arman dan Fiza: (Terkejut) "Apa?! Tia... ternyata kamu anak kandung Ibu?"
Tia: (Shock dan bingung) "Aku... anak kandung Ibu?"
Fiza: (Menangis) "Ini artinya... selama ini kami yang durhaka kepada saudara kandung kami sendiri."
Arman: (Tertunduk malu) "Kami tidak hanya mengabaikan Ibu, tapi juga kamu, Tia. Maafkan kami..."
Tia: (Terharu) "Kita semua membuat kesalahan, tapi Ibu selalu mengajarkan kita untuk saling memaafkan. Kita bisa mulai dari sini, saling mendukung sebagai keluarga."
Setting : di rumah Pak Rahman
Bagian 11 : Hubungan Tia dan Pak Rahman
Setelah ibu dimakamkan dan rahasia tentang asal-usul Tia terungkap, Tia kembali ke kota untuk bekerja. Kali ini, ada sesuatu yang berbeda dalam pikirannya. Dia mulai memikirkan perasaan Pak Rahman, bosnya, yang sebelumnya menyatakan cinta. Namun, Tia masih merasa ragu. Di rumah Pak Rahman, suasana hangat namun canggung terasa saat Tia bertemu dengan Pak Rahman dan anaknya, Rizky.
Pak Rahman: (Tersenyum ramah) "Tia, saya senang kamu kembali. Rizky sudah tidak sabar ingin ketemu kamu lagi."
Rizky: (Semangat) "Kak Tia! Aku kangen banget! Jangan pergi lagi ya."
Tia: (Tertawa kecil) "Aku juga kangen, Rizky. Tapi kali ini, aku pulang bukan cuma buat kerja, ada yang harus aku pikirkan."
Pak Rahman: (Menghampiri) "Tia, saya paham kalau kamu mungkin butuh waktu. Tapi saya ingin tahu, apa kamu sudah memikirkan perasaan saya?"
Tia: (Berpikir sejenak) "Pak Rahman, selama ini saya merasa nggak pantas menerima perasaan dari orang sebaik Bapak. Saya hanya seorang baby sitter..."
Pak Rahman: (Menatap lembut) "Tia, kamu lebih dari sekadar baby sitter. Kamu adalah orang yang peduli, yang selalu menempatkan hati orang lain di atas segalanya. Itulah yang membuat saya jatuh cinta."
Tia: (Tersenyum malu) "Setelah semua yang terjadi di keluarga saya, saya baru menyadari betapa pentingnya saling peduli dan mencintai tanpa syarat. Pak Rahman, saya juga... mulai merasakan hal yang sama."
Pak Rahman: (Terharu) "Tia, saya janji akan selalu ada untuk kamu, seperti kamu selalu ada untuk orang lain. Saya ingin kita membangun keluarga yang penuh kasih sayang, bersama Rizky."
Rizky: (Tertawa ceria) "Kak Tia bakal jadi mama baru aku?"
Tia: (Tersenyum sambil menatap Rizky dan Pak Rahman) "Ya, Rizky. Kalau kamu mau, Kak Tia akan selalu ada untuk kamu dan Ayah."
Pak Rahman dan Tia saling tersenyum, dan tanpa banyak kata, perasaan mereka akhirnya terikat dalam komitmen yang lebih kuat. Mereka berdua memutuskan untuk memulai hidup baru bersama, membangun keluarga kecil yang penuh cinta, menghormati warisan kasih sayang yang telah Tia pelajari dari ibunya.Beberapa bulan kemudian, Tia dan Pak Rahman menikah dalam sebuah acara sederhana namun penuh kebahagiaan. Tia kini memiliki keluarga yang ia cintai, tidak hanya dengan suaminya, tetapi juga dengan anak kecil yang telah lama dia rawat seperti anak sendiri.
Tia, yang sebelumnya merasa seperti orang luar di keluarga angkatnya, kini menemukan tempatnya. Dia menerima cinta Pak Rahman dan Rizky, membentuk keluarga yang harmonis. Sementara itu, Fiza dan Arman yang dulu durhaka kini berubah dan sering berkunjung untuk memperbaiki hubungan dengan Tia dan saling menjaga satu sama lain. Akhirnya, Tia mendapatkan kebahagiaan dan cinta yang tulus, baik dari keluarga kandungnya maupun dari keluarga baru yang dia bentuk dengan Pak Rahman.
Nama : Dhea Permata Sari
Mahasiswa PBSI Universitas Rokania
Posting Komentar untuk ""Kasih Tak Terbatas" Naskah Skenario karya Dhea Permata Sari"
Silahkan tinggalkan komentar untuk respon atau pertanyaan, kami akan balas secepat mungkin.