“Luka yang Tak Terlihat” karya Devi Permata Sari
Tema:
Kisah tentang perjuangan melawan penghinaan dan trauma masa lalu yang tak
terlihat, hingga akhirnya menemukan kekuatan untuk bangkit. Tema ini berfokus
pada ketidak adilan sosial, kehancuran mental, dan kebangkitan dari luka batin yang
tersembunyi.
Tokoh:
1. Firman : Tokoh utama, seorang pemuda berusia 25 tahun yang cerdas namun
memiliki trauma mendalam akibat penghinaan yang terus-menerus. Dia
digambarkan sebagai pria pendiam yang penuh tekad.
2. Devi : Adik perempuan firman yang berusia 20 tahun. Dia ceria, optimis, dan
selalu berusaha menyemangati firman untuk tidak menyerah.
3. Pak nasib : Seorang pengusaha berusia 50-an yang keras dan sering
meremehkan firman. Ia memiliki pengaruh besar di desa dan sering menghina
keluarga firman.
4. Ibu Firman : Wanita tua yang sakit-sakitan. Meski kondisinya lemah, dia
menjadi sumber kekuatan dan semangat bagi Firman untuk terus bertahan.
5. Maya : Sahabat masa kecil firman yang kini bekerja sebagai perawat. Dia
memiliki hubungan yang dekat dengan maya dan selalu berusaha menguatkan
mentalnya.
Setting (Tempat, Waktu, dan Suasana):
Tempat:
1. Desa tempat firman dibesarkan :
Sebuah desa kecil yang terpencil, dengan suasana tradisional yang tenang namun
penuh gosip dan hinaan.
2. Kota tempat firman bekerja :
Sebuah kota yang ramai dan penuh persaingan. Di kota ini, firman bekerja keras
sebagai buruh pabrik.
3. Rumah keluarga Firman:
Sebuah rumah sederhana di desa, tempat di mana ia dan ibunya tinggal. Kondisi
rumah yang tua dan kumuh mencerminkan kesulitan yang mereka hadapi.
4. Klinik desa :
Tempat Devi dan Maya bekerja, yang sering digunakan firman untuk berkonsultasi
tentang kondisi ibunya.
Waktu:
Berlatar di masa kini dengan kilasan balik ke masa lalu saat firman remaja.
Suasana:
1. Masa kini: Suasana tegang dan suram, menunjukkan pergulatan batin
firman yang penuh luka. Ada rasa putus asa, tapi juga secercah harapan.
2. Masa lalu: Suasana penuh tekanan dan hinaan yang membentuk trauma
firman.
Alur:
Alur dalam cerita ini menggunakan alur maju mundur. Karena cerita bergerak bolak-
balik antara masa lalu firman saat dihina dan dipermalukan oleh lingkungan
sekitarnya, dan masa kini saat ia berusaha bangkit dan membuktikan bahwa ia lebih
dari sekadar anak desa yang dipandang rendah.
Sinopsis:
Firman adalah seorang pemuda pendiam dari desa kecil, hidup di bawah bayang-
bayang penghinaan sejak remaja. Dicap sebagai anak tak berguna oleh tetangga dan
direndahkan oleh Pak nasib, seorang pengusaha kejam di desa, firman membawa
luka yang tak terlihat hingga dewasa. Kehidupan di kota sebagai buruh hanya
menambah tekanan. Namun, demi ibunya yang sakit, firman memutuskan untuk
berjuang. Dengan bantuan Devi, adiknya yang optimis, dan maya, sahabat masa
kecilnya, firman mencoba membalikkan keadaan.Namun,setiap langkahnya menuju
kesuksesan dibayang-bayangi trauma masa lalu. Apakah firman berhasil menutup
luka yang tak terlihat itu?
Dialog:
Part 1 - “Luka Pertama”
Adegan: Firman, masih remaja, diganggu oleh anak-anak desa di halaman sekolah.
Mereka melemparinya dengan batu kecil sambil mengejeknya sebagai anak miskin.
Pak nasib muncul dan menertawakannya.
Sekelompok anak-anak desa mengelilingi firman yang ketakutan.
Anak 1: “Hei, firman! Mana uang jajananmu? Ah, lupa! Kau kan miskin!”
Anak-anak tertawa keras sambil menunjuk-nunjuknya.
Firman: (merunduk, suara pelan) “Aku… aku tidak punya uang…
Pak nasib muncul di belakang mereka, tertawa kecil.
Pak Nasib: “Ya ampun, kalian ini jahat sekali. Jangan ganggu firman… Kasihan, dia
memang ditakdirkan untuk selalu di bawah.”
Firman menahan air mata, berlari keluar dari sekolah. Di belakangnya, suara tawa
mereka masih terdengar.
Part 2 - “Bayangan Masa Lalu”
Adegan: Di masa kini, firman duduk di pabrik tempatnya bekerja. Ingatan masa lalu
sering kali muncul saat ia sedang bekerja, membuatnya sulit fokus. Maya datang
mengunjunginya, membawa makan siang.
Maya melihat firman termenung di sudut pabrik.
Maya: “firman, kau baik-baik saja?”
firman tersentak dari lamunannya.
firman: (menggeleng) “Tidak apa-apa. Aku hanya… sedikit lelah.”
Maya menatapnya dengan prihatin.
Maya: “Kau tahu, masa lalu tidak bisa diubah. Tapi kau bisa mengubah masa depan.”
Firman: “Aku tahu… Tapi suara-suara itu… tawa mereka… rasanya masih nyata.”
Maya terdiam, lalu menyodorkan kotak makan.
Maya: “Makanlah. Kau butuh energi untuk melawan semua itu.”
Part 3 - “Jatuh Lagi”
Adegan: firman pulang ke desa dan mendapati rumahnya dikelilingi oleh para
tetangga yang menertawakan ibunya. Pak nasib muncul, membawa surat tagihan
hutang yang belum terbayar.
Pak nasib menyodorkan surat kepada firman.
Pak nasib: “Ini hutang ibumu yang belum dibayar. Kau bisa lunasi, kan?”
Firman memandangi surat itu dengan putus asa.
Firman: “Pak… saya baru saja pulang dari kota. Saya belum punya uang.”
Pak nasib menyeringai.
Pak nasib: “Tentu saja. Orang sepertimu hanya bisa mengemis. Tak pernah bisa
berdiri sendiri.”
Firman mengepalkan tangan, menahan diri untuk tidak meledak.
Firman: “Aku akan melunasinya. Apapun caranya.”
Part 4 - “Kekuatan Terakhir”
Adegan: Firman menemukan pekerjaan tambahan di kota dan bekerja siang-malam.
Devi mengunjunginya, membawa kabar bahwa kondisi ibu semakin buruk.
Devi: “Kak, ibu sudah tak kuat lagi. Kau harus segera pulang.”
Firman: (terengah-engah) “Aku harus bekerja… Aku harus dapat uang…”
Devi memeluknya.
Devi: “Ibu lebih butuh kau, Kak. Uang bukan segalanya.”
Part 5 - “Harapan yang Pudar”
Adegan: Firman akhirnya pulang ke desa setelah mendapat uang yang cukup untuk
membayar hutang. Namun, sesampainya di rumah, ia menemukan bahwa ibunya
telah meninggal. Firman merasa hancur, dan seluruh kerja kerasnya terasa sia-sia.
Devi memeluk firman mencoba menenangkannya, sementara para tetangga hanya
memandang mereka dengan cemoohan.
Andra berlari masuk ke rumah, melihat Devi duduk di samping jenazah ibu mereka.
Firman: (gemetar)“Devi… kenapa tak memberitahuku lebih cepat?”
Devi menangis, menggenggam tangan firman.
Devi: “Aku…aku tidak ingin mengganggumu, Kak… Aku pikir kau akan segera pulang.”
Firman menatap jenazah ibunya, air mata mulai mengalir.
Firman: “Aku berjuang demi dia…Aku ingin dia melihat aku sukses…Aku ingin
membawanya keluar dari sini…”
Para tetangga mulai berbisik-bisik.
Tetangga 1: “Lihat, apa gunanya dia bekerja keras di kota? Akhirnya tetap tak bisa
menyelamatkan ibunya.”
Tetangga 2: “Orang seperti mereka memang tak pernah bisa mengubah nasib.”
Pak nasib muncul, berdiri di ambang pintu.
Pak Nasib: (dengan senyum tipis) “Sayang sekali, firman. Semua kerja kerasmu,
semua upayamu, dan pada akhirnya kau masih… gagal.”
Firman mengepalkan tangan, lalu berbalik memeluk devi lebih erat.
Firman: (berbisik, penuh tekad) “Aku tak akan gagal lagi… Tidak akan.”
Part 6 - “Bangkit dari Keterpurukan”
Adegan: Setelah pemakaman ibunya, firman mulai berubah. Ia menjual sebagian
tanah warisan untuk memulai usaha kecil-kecilan di kota. Dengan dukungan devi dan
maya, ia berusaha bangkit dari keterpurukan. Sementara itu, pak nasib merasa
terancam oleh perubahan firman dan mencoba menjegal usahanya dengan berbagai
cara. Namun, firman tetap bertahan.
Firman, Devi, dan Maya duduk di depan kios kecil yang baru saja mereka bangun.
Devi: “Kak, apa kau yakin dengan ini? Kita tidak punya modal besar…”
Firman mengangguk, menatap kios dengan penuh harapan.
Firman: “Aku yakin. Ini hanya awal, devi. Aku tidak akan membiarkan orang seperti
pak nasib menghancurkan kita lagi.”
Maya tersenyum, memegang tangan firman.
Maya: “Kau lebih kuat dari yang kau kira, firman. Kau sudah melewati hal-hal yang
lebih buruk.”
Pak nasib datang, berdiri di depan kios dengan ekspresi meremehkan.
Pak nasib: “Jadi ini usahamu? Kios kecil di pinggiran kota? Kau pikir ini akan
mengubah apapun?”
Firman berdiri, menatap pak nasib tanpa gentar.
Firman: “Ini mungkin hanya kios kecil… tapi ini adalah simbol bahwa aku tidak akan
pernah menyerah lagi.”
Pak nasib menyipitkan mata, tampak tidak senang.
Pak nasib: “Kita lihat saja sampai kapan kau bisa bertahan.”
Bagian ini menunjukkan bagaimana firman, meskipun didera oleh kehilangan dan
hinaan.
Nama: Devi Permata Sari
Matkul: Menulis naskah dan skenario
Menurut saya naskah ini sangat bagus, cuman ada kekurangan sedikit saja yaitu beberapa dialog terasa terlalu langsung, sehingga kurang natural. Ucapan karakter seperti Pak Nasib bisa dibuat lebih halus agar konfliknya terasa lebih mendalam.
BalasHapus