Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Jejak Sejarah Glodok Pancoran (China Town): Pusat Budaya di Jakarta

Pada Senin, 18 November 2024, mahasiswa Universitas Mercu Buana melaksanakan kunjungan edukatif ke kawasan Chinatown di Glodok, Jakarta. Kegiatan ini dipimpin oleh dosen pembimbing, Ibu Rosmawaty Hilderiah P., Dr., S.Sos., MT, sebagai bagian dari upaya untuk lebih memahami sejarah dan keragaman budaya di salah satu kawasan pecinan tertua di Jakarta.

Selama kunjungan, mahasiswa mendapatkan arahan langsung dari seorang pemandu wisata profesional yang berasal dari Chinatown Glodok. Pemandu tersebut memberikan penjelasan yang mendalam mengenai sejarah kawasan ini

Salah satu mahasiswa mengungkapkan bahwa pengalaman ini sangat memperluas perspektif mereka tentang pentingnya menjaga keharmonisan di tengah keragaman. “Penjelasan dari pemandu sangat rinci, dan kami jadi lebih mengerti bagaimana tradisi dan modernitas dapat hidup berdampingan di daerah Glodok China town. Ini adalah pengalaman belajar yang sangat berharga, khususnya kami sebagai Mahasiswa” ujar salah satu mahasiswa. Berikut hasil pengalaman belajar yang tuangkan dalam tulisan.


Jejak Sejarah Glodok Pancoran (China Town):

Pusat Budaya di Jakarta




Kawasan Glodok Pancoran, Chinatown, Jakarta Barat (18/11/2024).

Jakarta – Glodok merupakan salah satu tempat yang ramai dikunjungi wisatawan. Mulai dari wisatawan dari berbagai daerah, sepanjang Sabang sampai Merauke hingga wisatawan mancanegara mengunjungi Jakarta, tepatnya destinasi wisata di Glodok, Jakarta Barat.

Jalan Glodok memiliki bangunan bersejarah peninggalan China yang dapat dipandang di sepanjang bahu jalannya. Memiliki bentuk bangunan indah nan beragam serta unik, desain interior disetiap bangunan toko yang memiliki vibes China, wihara-wihara, dan tempat berbelanja seperti petak enam yang menjadi iconic Chinatown Jakarta bisa dilihat di sepanjang trotoar Jalan Glodok.

Sederetan gedung-gedung heritage di Glodok ini, memang tidak ada tandingannya di Indonesia, di sinilah perbedaan daya tarik Glodok dibandingkan pada kawasan lainnya, Glodok mempunyai peninggalan sejarah Tionghoa yang begitu istimewa.

Bukan hanya itu saja, Glodok juga merupakan tempat orang-orang menikmati beragam macam makanan yang terdapat di toko-toko makanan dan peralatan untuk beribadah di sepanjang Jalan Glodok. Menikmati kuliner di Glodok pun menjadi salah satu pengalaman yang menarik wisatawan untuk terus berkunjung ke Glodok.


Wihara Dharma Jaya (Toa Se Bio)

 
      Wihara Dharma Jaya dikenal sebagai Toa Se Bio sebelumnya, didirikan sekitar tahun 1660 dan merupakan salah satu wihara tertua di Jakarta. Vihara berada di dekat Kali Angke dan menjadi saksi terhadap berbagai peristiwa sejarah yang terjadi di sana, diantaranya adalah pembantaian etnis Tionghoa yang terjadi pada tahun 1740. Pada waktu itu, wihara ini turut serta terbakar dalam kerusuhan yang dipicu oleh ketegangan antara pemerintah kolonial Belanda dan komunitas Tionghoa. Pembantaian ini terjadi karena dampak dari kondisi ekonomi yang kian memburuk dan kebijakan diskriminatif  oleh pemerintah Belanda yang diterapkan pada etnis Tionghoa, tempat ibadah ini mempunyaii suasanya nyaman dan tenang dengan lampu kuning temaram, bentuk yang artistik serta tempatnya yang luas. (18/11/2024)

 

 

Gedung Chandra Naya: Warisan Sejarah yang Menyimpan Kisah




Gedung Candra Naya, Chinatown, Jakarta Barat (18/11/2024).

Gedung Chandra Naya, yang terletak di kawasan Glodok, Jakarta, kembali menjadi sorotan. Gedung bersejarah ini tidak hanya menarik perhatian tidak hanya karena arsitekturnya yang megah, tetapi juga karena kisah-kisah menarik yang menyertainya.

Didirikan pada abad ke-19 oleh seorang pengusaha Tionghoa, gedung ini dulunya berfungsi sebagai pusat perdagangan dan pertemuan komunitas dengan bentuk dan gaya arsitektur menggabungkan elemen Eropa dan Tionghoa, Gedung Chandra Naya sekarang menjadi salah satu ikon budaya yang melambangkan sejarah multikultural Jakarta.

“Kenapa gedung ini sangat fenomenal? Karena selain dibangun oleh warga Tionghoa raya pada waktu itu, saat masa perjuangan 45 bebarapa warga Tionghoa yang memilih tetap di Indonesia dan tidak memilih pindah ke luar daerah Indonesia, setelah itu Gedung Candra Naya digunakan untuk membantu kerusuhan Etnis di Tangerang saat itu, jadi gedung ini menjadi salah satu sejarah organisasi Tionghoa yang ada di Batavia” —ucap salah satu Tour Guide yang memandu.






        Sejak beberapa tahun terakhir, gedung ini sudah direnovasi kemudian dibuka untuk masyarakat umum. Sekarang, pengunjung bisa menikmati tur yang menampilkan bermacam jenis artefak sejarah, termasuk dokumen-dokumen yang memiliki nilai penting serta foto-foto kuno yang menggambarkan kehidupan masyarakat pada masa lalu. Selain itu, gedung ini juga sering digunakan sebagai lokasi untuk berbagai acara kebudayaan dan pameran seni bagi masayrakat.

Dari segala potensi yang dimilikinya, Gedung Chandra Naya tidak hanya bernilai sebagai bangunan bersejarahnya, tetapi juga sebagai jembatan yang menghubungkan generasi masa lalu dengan masa kini. Mari bersama-sama menjaga dan melestarikan warisan budaya ini agar tetap hidup dan dapat dinikmati oleh anak cucu kita di masa depan.

 

 

Jejak Sejarah Dan Keunikan Gereja Katolik St. Maria De Fatma : Warisan Iman di Tengah Jakarta

 

Gereja Katolik St. Maria De Fatma, Chinatown, Jakarta Barat (18/11/2024).

 

 

Gereja Katolik St. Maria de Fatima yang terletak di Glodok, Jakarta, mempunyai sejarah yang kaya dan penuh makna budaya. Didirikan tahun 1953, gereja ini pada masa lalu merupakan sebuah rumah besar bergaya arsitektur Tionghoa dibangun pada abad ke-19. Bangunan ini kemudian diubah menjadi gereja agar dapat melayani umat Katolik Tionghoa yang mendiami daerah tersebut.

Keunikan gereja ini adalah pada perpaduan antara budaya Tionghoa dan beberapa unsur Katolik. Secara eksternal, bangunan gereja hampir mirip dengan kelenteng dilihat dari bentuk atapnya yang melengkung dan ornamen khas Tionghoa, sementara pada bagian dalamnya terdapat altar Katolik serta elemen liturgi yang khas. Gereja ini menjadi simbol dari keharmonisan antara budaya Tionghoa dan agama Katolik, sekaligus mencerminkan keberagaman budaya Indonesia.

Gereja St. Maria de Fatima juga mempunyai peran penting dalam melayani komunitas Katolik Tionghoa, termasuk saat mengadakan misa menggunakan bahasa Mandarin dan Hokkien. Sekarang, gereja ini tetap menjadi tempat ibadah yang aktif dan juga destinasi wisata religi yang populer di Jakarta, hal ini menunjukkan betapa pentingnya kerukunan antar budaya dan agama di Indonesia. 

 

Oleh:

Dini Trinity Kusumaningtyas

Aulia Zahra Davana

Biru Zharifah Farhan

Dosen pengampu : Dr. Rosmawaty Hilderiah Pandjaitan., S.Sos, M.T

Universitas Mercu Buana, Mata kuliah Komunikasi antar Budaya

 

 

 

1 komentar untuk "Jejak Sejarah Glodok Pancoran (China Town): Pusat Budaya di Jakarta"

Kami menerima Kiriman Tulisan dari pembaca, Kirim naskah ke dengan subjek sesuai nama rubrik ke https://wa.me/+6282388859812 klik untuk langsung terhubung ke Whatsapp Kami.