Kebakaran di LA: Bukan Akhir Dari Konflik di Gaza Palestina
KEBAKARAN DI LA: BUKAN AKHIR DARI KONFLIK DI GAZA PALESTINA
Oleh :
Mike Martaleta, S.Sos, M,Pd
Aktivis Dakwah, Pemerhati Politik & Pendidikan
Liputan kondisi kebakaran di Lost Angeles yang viral di berbagai media sosial sejak 7 Januari 2025 lalu, sontak menggemparkan penduduk di dunia. Kebakaran ini termasuk kebakaran terbesar sepanjang sejarah setelah kebakaran ekstrim yang terakhir melanda New South Wales dan Queensland di tenggara Australia yang membakar 17.7 juta hektar lahan pada tahun 2020 lalu.
Kebakaran di LA ini mendapatkan respond yang sangat berbeda dari banyaknya musibah besar lainnya yang terjadi di dunia, musibah ini justru memberikan respond kebahagiaan dan kepuasan hati dari sebagian kalangan yang sangat prihatin dengan kondisi invasi Israel di Gaza yang notabene di support penuh secara terang-terangan oleh Amerika.
Salah satu media terkemuka di Iran juga dengan berani menyampaikan bahwa kebakaran Los Angeles merupakan murka Ilahi dan hukuman atas konflik Gaza yang di dukung Amerika Serikat terhadap Israel. Jam- e Jam salah satu surat kabar di Iran juga merujuk pada komentar Donald Trump yang mengatakan bahwa Timur Tengah akan berubah menjadi neraka jika sandera Israel tidak dibebaskan sebelum pelantikannya dan menggambarkan kebakaran Los Angeles sebagai "neraka Amerika”.
Tidak hanya dari kalangan Muslim, Aktivis Yahudi anti Israel di Amerika juga menghubungkan perang Gaza dan pengeluaran militer AS di Israel dengan kebakaran Los Angeles. Code Pink salah satu anggota kelompok aktivis sayap kiri AS di akun Instagramnya menyatakan bahwa ketika pajak AS digunakan untuk membakar orang hidup-hidup di Gaza, mereka tidak akan terkejut ketika api itu berbalik menyala ke pelakunya.
Berbagai respond kebahagiaan dan kepuasan atas musibah Kebakaran di LA ini seolah menjadi balasan telak atas invasi Israel di Gaza, padahal kejadian ini tidak sebanding dengan penderitaan dan luas wilayah yang telah di rampas oleh Israel di Palestina bertahun-tahun lamanya.
Kebanyakan masyarakat dan juga media membandingkan korban dan luas wilayah yang telas dirampas oleh Israel di Palestina dihitung hanya sejak 7 Oktober 2023 lalu. Padahal jika ditelusuri lebih mendalam, Palestina secara keseluruhan telah mengalami penderitaan dan perampasan wilayah sejak pasca perang dunia pertama atau setelah runtuhnya kekhilafahan Turki Utsmani.
Pada tahun 1923, Inggris mulai menguasai Palestina, dengan Liga Bangsa-Bangsa yang baru dibentuk untuk mendukung pemerintahan yang dikenal sebagai Mandat Inggris untuk Palestina. Sejak saat itu, jumlah imigran Yahudi dari Eropa semakin meningkat dan semakin banyak warga Palestina yang terlantar bahkan meningkat dua kali lipat lagi sejak Adolph Hitler naik ke tampuk kekuasaan Jerman pada tahun 1933.
Berlanjut pada pecahnya Perang Dunia II dan peristiwa Holocaust, menjadi titik puncak konflik antara Israel dan Palestina. Palestina yang tidak ada hubungannya dengan konflik Nazi dan Yahudi ini, harus menjadi korban besar atas peristiwa Holocaust. Negara Yahudi semakin intensif dan memperoleh dukungan internasional yang semakin meningkat, termasuk di Amerika Serikat, yang akan segera mengambil alih dari Inggris sebagai kekuatan Barat yang dominan di Timur Tengah.
Dengan hadirnya kekuatan besar dari Amerika, Perdana Menteri Israel, Yitzhak Rabin, dengan jelas memberikan mandat pengusiran paksa atas rakyat Palestina:
"Kami berjalan keluar, Ben-Gurion menemani kami. [Yigal] Allon mengulangi pertanyaannya, 'Apa yang harus dilakukan dengan penduduk Palestina?' Ben-Gurion melambaikan tangannya dengan gerakan yang berarti 'Usir mereka!'... Saya setuju bahwa mengusir penduduk itu penting." – Mantan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin.
Pernyataan yang disampaikan oleh Rabin di atas adalah titik puncak penderitaan yang dialami oleh Rakyat di Palestina yaitu pendudukan dan perampasan. Persoalan ini bahkan mendapat dukungan Internasional oleh organisasi-organisasi Zionis dan para pendukungannya. Pada tanggal 29 November 1947, Majelis Umum PBB mengeluarkan Resolusi 181 yang menyerukan pembagian Palestina menjadi negara-negara Yahudi dan Arab. Rencana Pembagian mengalokasikan sekitar 55% wilayah Palestina yang Diwajibkan kepada negara Yahudi dan hanya 42% untuk palestina kepada Negara Arab.
Fakta sejarah di atas memperlihatkan kepada kita bahwa betapa kejamnya pendudukan dan perampasan oleh Israel atas penduduk Palestina sejak awal 1947 bahkan berlanjut pada peristiwa Nakba 1948 hingga saat ini 2025. Data menunjukkan bahwa lebih dari 75 tahun pendudukan Israel atas rakyat Palestina telah menelan korban 134.000 jiwa yang syahid dan Israel telah menguasai lebih dari 85% wilayah Palestina. Gaza sebagai wilayah pertahanan terakhirpun sejak Oktober 2023 lalu juga telah di invasi habis-habisan dalam peristiwa genosida terkejam sepanjang sejarah.
Besarnya penderitaan yang telah dialami rakyat Palestina lebih dari 76 tahun lamanya juga tidak sebanding dengan kebakaran yang baru saja dialami oleh penduduk di Lost Angeles yang hanya 25 orang tewas, tanpa ada pendudukan atau perampasan wilayah. Walaupun warga LA telah kehilangan rumah karena terbakar, setidaknya mereka tidak kehilangan wilayah untuk terus melanjutkan kehidupan.
Musibah yang dialami oleh warga LA dalam kacamata Islam hanya menjadi dua kemungkinan, yaitu ujian atau azab. Ujian bagi orang-orang beriman dan bertakwa dan azab bagi orang-orang yang membangkang dan menjadi kesempatan bertaubat dan kembali ke jalan yang benar bagi orang-orang yang masih diberi kesempatan hidup.
Musibah ini tidak ada kaitannya dengan akhir ataupun solusi dari konflik Palestina. Walaupun saat ini gencatan senjata akan berlaku per tanggal 19 Januari 2025, namun pada faktanya serang bom bertubi-tubi digencarkan per satu jam kembali ke Gaza tanpa ampun dan sangat kejam.
Persoalan pendudukan palestina dan juga pembebasannya, ini mutlak menjadi urusan umat Islam, bukan hanya urusan negera Palestina itu sendiri atau bangsa Arab saja. Ini adalah persoalan seluruh umat muslim di seluruh dunia karena Bisyarah jatuhnya Syam ke tangan kaum Muslim ditunjukkan oleh Allah sejak Nabi Muhammad SAW dilahirkan. Saat Nabi Lahir, cahaya terpancar mengiringi kelahirannya. Cahaya itu menerangi istana-istana Syam. Peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi dari masjidil Haram di Makah ke masijid Aqsa di Palestina serta ditunjuknya nabi menjadi Imam para Nabi dan Rasul sebelumnya di masjidil Aqsa juga menguatkan bisyarah tersebut. Setelah itu, Nabi pun berulang kali menegaskan, “Uqru Dar Al-Islam Bi As-Syam (Pusat negara Islam ada di Syam). Kebenaran sabda ini terbukti dimasa Khalifah Umar Bin Khattab, Baitul Maqdis pada akhirnya ditaklukan oleh Islam di bawah kepahlawanan Khalid Bin Walid saat perang Yarmuk, penaklukan Damaskus hingga Baitul Maqdis.
Sejarah telah membuktikan bahwa Palestina adalah milik kaum Muslim dan perampasan Palestina oleh zionis ini adalah menjadi urusan utama kaum muslim di seluruh dunia, namu pada kenyataannya belum ada satu negara Muslim pun yang berani untuk memberikan pembelaan dan bantuan nyata untuk membebaskan warga Palestina. Penguasa negeri muslim di dunia, terbukti tidak mampu untuk mengenyahkan entitas yahudi zionis. Padahal dunia tahu bahwa tentara Israel ini sangatlah lemah menghadapi sekelompok anak kecil.
Oleh karena itu hanya Khilafahlah yang akan mampu memberikan kekuatan untuk kaum muslim berjihad mengakhiri penederitaan kaum muslim di Palestina. Penderitaan ini akan berakhir dengan bersatunya kaum muslim dalam naungan negara Khilafah. Khilafah akan menjaga kehormatan para muslimah. Di bawah Khilafah di masa lalu melakukan futuhat, menyebarluaskan Islam sekaligus berperang melindungi dan mempertahankan kehormatan wanita muslimah.
Sejarah membuktikan, pada saat futuhat (penaklukan) India dan Hindia terjadi sebagai respon tangisan beberapa wanita Muslim yang dipenjarakan Raja Hindu India abad ke-8 yang menindas, Raja Dahir. Khalifah pada saat itu, al-Walid bin Abdul Malik mengerahkan pasukan yang tangguh, dipimpin oleh jenderal besar Muslim Muhammad bin Qasim untuk menyelamatkan para wanita ini – meskipun ibu kota Khilafah berada di Damaskus pada saat itu – ribuan mil dari India. Khalifah abad ke-9, al-Mu’tassim bi’llah, mengirim pasukan besar untuk menyelamatkan seorang wanita Muslim di Amuriyah, Turki yang ditangkap dan dianiaya oleh Romawi – meskipun ibukota Khilafah berada di Baghdad di waktu. Dan tentara pemimpin besar militer Islam abad ke-10, Al-Mansur ibn Abi Aamir dari Andalusia, Spanyol, mencapai ujung Selatan Prancis (Kerajaan Navarre) sebagai tanggapan atas dua wanita Muslim yang dipenjarakan di sebuah gereja.
Penting bagi kaum muslim memperhatikan empat poin untuk memberikan solusi nyata bagi Palestina. Pertama, meningkatkan kesadaran: “Kaum muslim harus meningkatkan kesadaran akan solusi yang benar dan tindakan yang benar. Ini adalah kewajiban umat Islam untuk melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar. Dalam tulisan ini penulis telah memberikan analisa dan solusi yang untuk merebut kembali kemerdekaan saudara muslim di Palestina, dengan membagikan dan menjelaskan isi dari tulisan ini kepada semua orang juga merupakan gebrakan nyata untuk Palestina”. Kedua, Meminta tanggung jawab para penguasa Negeri Islam: “kaum muslim harus lantang mengatakan tidak pada negosiasi dan kesepakatan dengan rezim Zionis yahudi, dan kaum muslim harus mendesak pemerintah Muslim untuk memutuskan semua hubungan kerja sama dengan zionis Yahudi”.
Ketiga, Menyerukan tentara muslim harus untuk melakukan mobilisasi, karena mereka punya kemampuan peralatan untuk membebaskan umat Islam yang berada di bawah pendudukan dan menjadi korban penindasan.
Keempat, bergabung dengan upaya mendirikan Khilafah, karena bisyarah kembalinya Khilafah kepada umat Islam adalah sebuah kepastian yang telah disampaikan oleh Rasulullah melalui berbagai dalil. Hanya Khilafah Rashidah yang akan mampu melakukan pembebasan Al-Quds, Kashmir dan semua tanah pendudukan lainnya.
Setiap sikap umat islam ttg palestina hrus berfokus pada solusi nyata berupa jihad dn kesadaran utuh ttg mendesaknya keberadaan khilafah hari ini
BalasHapusMantap solusinya👍
BalasHapusSolusi yg akurat bagi palestina, bersatunya umat untuk jihad dan khilafah
BalasHapus